Tahun
2016 adalah tahun perubahan dunia, khususnya masyarakat ASEAN. Negara-negara
ASEAN telah memasuki tahap baru kehidupan mereka, khususnya dalam bidang
ekonomi. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah zaman bebas lintasan negara
dalam satu kawasan. MEA adalah peluang sekaligus tantangan bagi kita semua.
Fenomena
MEA ini telah berhasil membuat para praktisi bahkan mungkin setiap elemen
manusia memutar balikkan otak untuk berpikir 1000 macam cara agar MEA ini dijadikan
ajang peluang besar dalam memajukan perekonomian bangsa serta meningkatkan
taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Karena mereka menyadari, tak banyak
pilihan untuk mempertahankan harga diri. Hidup dengan kemampuan yg dimiliki
atau mati terinjak-injak karena tak memiliki kualitas diri. Hanya dua hal yang
perlu diingat: mengambil peran atau hilang tergantikan.
Kerisauan
dan kekhawitiran itu sangat wajar. Karena inilah salah satu bukti bahwa kita
berpikir untuk terus mengembangkan kemampuan dalam hal meningkatkan
perekonomian bangsa Indonesia untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada
tingkat lebih baik.
Akan
tetapi, kerisauan dan kekhawataran itu tidak berlaku untuk profesi guru sebagai
pendidik. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, guru harus tetap fokus dengan
profesi yang dimiliki. Jangan sampai, kekhawatiran terhadap persoalan ekonomi
membuat cara pandang yang tertanam hanya sekedar bagaimana mendapat penghasilan
lebih, atau sambil mengajar memanfaatkan keuangan dari pelajar.
Profesi pada hakekatnya
adalah sikap yang bijaksana yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh
keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap
kepribaadian tertentu.
Pasal
1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”.
Profesi
guru adalah suatu tugas yang objek sasarannya adalah manusia. Yang mana manusia
adalah makhluk sempurna yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Tanggung jawabnya
langsung dengan yang Maha Kuasa.
Guru professional akan tercermin dalam
penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian
baik dalam materi maupun metode.
Maka
dari itu, guru tak bisa jika hanya setengah-setengah dalam menjalankannya. Akan
tetapi, dibutuhkan pekerjaan yang utuh untuk mencapai tujuan pendidikan yang
ideal. Karena ada seorang anak manusia yang
berhak hidup cerah di masa depan melalui
peran pendidikan.
Dalam
buku Strategi
Pembelajaran di Sekolah
Dasar dalam Era Globalisasi, sosok
manusia yang ingin diwujudkan digambarkan sebagai berikut:
a) Manusia
seutuhnya
Dalam UUSPN bab
11 pasal 4 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
bangsa dan mengembangkan manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, mengethaui pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjwab
kemasyrakatan dan kebangsaan (USPN No 2 tahun 1989).
b) Pelajar
Sepanjang Hayat
Manusia
diharapkan menjadi pelajar sepanjang hayat untuk mendukung tercapainya manusia
seutuhnya. Tak mengenal waktu, tempat,
dan batasan usia dalam mencari ilmu.
c) Manusia
yang Berinteligensi Ganda
Pengembangan
sumber daya manusia masa depan yang ideal hendaknya ditafsirkan pada asumsi
bahwa tidak semua orang memiliki minat yang sama, dan tidak semua orang belajar
dengan belajar yang sama atau dengan kecepatan yang sama. Mneurut Gardner
(1993) dalam buku Strategi Pembelajaran
di Sekolah Dasar dalam Era Globalisasi, mengenalkan tujuh inteligensi,
yaitu inteligensi linguistik, inteligeni logis matemtik, inteligeni ruang
spasial, inteligensi musikal, inteligensi gerakan tubuh (memcahkan maslah
melalui gerakan tubuh), inteligensi interpersonal, inteligensi intrapersonal
(kemampuan membentuk diri).
d) Manusia yang Menguasai IPTEK
Penguasaan ilmu
dan teknologi (iptek) merupakan suatu tema kampanye masa kini, seorah-olah
orang yang tidak menguasai iptek akan sengsara, atau bangsa yang tidak
menguasai iptek akan tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Pemaparan
tersebut diatas berkaitan dengan empat
pilar pendidikan. Pilar pertama, learning
to know (belajar untuk mengetahui). Bukan hanya sekedar peserta didik
mengetahui dan memahami. Akan tetapi, bagaimana seorang pendidik menancapkan dalam
pikiran peserta didik, yaitu rasa ingin tahu. Sehingga, peserta didik tidak pernah puas dengan informasi-informasi
yang didapatkan di dalam kelas, yang mamacunya untuk terus menggali dan
meningkatkan wawasan keilmuan hingga berakhir pada sebuah pemahaman dengan
keilmuan yang utuh. Pilar kedua, learning
to do (belajar untuk melakukan). Setelah mengetahui dan mencari tahu, maka
peserta didik dituntut untuk memanfaatkan ilmu yang telah ia miliki sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Ia mampu mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pilar ketiga, learning to be
(belajar untuk aktualisasi diri).Ppeserta didik mampu menjadi insan bermakna
bagi saudaranya. Sebagaimana hadits
mengatakan yang artinya ''sebaik-baik manusia adalah ia yang bermanfaat
bagi manusia lainnya''. Pilar keempat, learning
to live together (belajar untuk hidup bersama). Peserta didik mampu
mengenal hakikat dirinya untuk hidup bersama, saling menghargai dan saling
menasihati satu dengan lainnya, bahkan ia mampu menjadi bintang yang selalu
bersinar di tengah-tengah kegelapan, memberikan cahaya keteladanan penggerak
kebaikan.
Merujuk
pada UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi
dan tujuan pendidikan nasional bangsa yang tercantum dalam undang-undang sudah
cukup baik. Andai saja semua praktisi memahami dan mencerminkan suri tauladan
yang baik bagi peserta didik. Persoalan pendidikan dan peradaban adalah bukan
hanya di tanggung oleh paktisi pendidikan saja. Akan tetapi, seorang pendidik
adalah ia yang memiliki hati nurani dan akal pikiran sehat yang tergerak hatinya
peduli terhadap kondisi bangsa dan pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Karena, akhir dari tujuan pendidikan adalah mewujudkan
pribadi yang beradab, memiliki keilmuan utuh, manusia yang memahami hakikat
diri, memahami hakikat penciptaannya di dunia sebagai hamba Allah Subhanahu
wata'ala.
Pendidikan
Islam adalah hal pertama yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Menurut
Dr. Adian Husaini dalam bukunya Pendidikan
Islam: Membangun Manusia yang Berkarakter dan Beradab, pendidikan islam
adalah satu betuk amal nyata dalam berjihad di jalan Allah dalam aktivitas
dakwah dan menyiapkan generasi mendatang unggul. Sedangan Naquib Al-Attas dalam
buku "filsafat dan praktik pendidikan islam" yang karangan Wan Mohd
Nor Wan Daud dijelaskan bahwa, pendidikan islam adalah sarana untuk membangun
sumber daya manusia dan penanaman nilai kemanusiaan, menciptakan suasana dan
tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban.
Mendidik
seorang manusia adalah ibarat mempersiapkan generasi bangsa. Tujuan pendidikan
tidak akan mungkin utuh tercapai apabila hanya dari salah satu pihak yang sadar
akan hal itu. Maksudnya ialah, tak akan bisa jika hanya peran guru di sekolah
saja yang menguras pikiran untuk mewujudkannya apalagi ditambah waktu
berinteraksi dengan peserta didik begitu singkat. Maka dari itu, peran orang
tua di rumah juga memiliki pengaruh besar dalam hal pencapaian tujuan pendidikan.
Bagi
orangtua di rumah harus menjadikan tempat tinggal sebagai sekolah utama bagi
anak-anak. Jadilah sosok yang diteladani anak dalam usaha menjadi pibadi lebih
baik. Buatlah anak-anak menjadi bangga karena memiliki orangtua seperti kita.
Para
pendidik, baik guru maupun orangtua, harus
memikirkan bagaimana caranya mendidik generasi dengan baik. Bagaimana
caranya anak-anak yang engkau naungi menjadi anak yang memiliki akhlak baik di
tengah globalisasi yang sering merusak nilai moral.
Dalam
sebuah nasihat dikatakan, '’Jatuh Bangunnya Suatu Bangsa Bergantung bagaimana peran
Pendidiknya’'. Oleh karena itu, para pendidik harus siap menghadapi tantangan
ini. Insya Allah!
[adm/Majalah Tabligh Januari 2016]