DAMASKUS – Presiden Iran Ebrahim Raisi mendesak Amerika Serikat (AS) untuk menarik pasukan militernya dari Suriah. Menurut Raisi, hal itu perlu dilakukan guna memastikan keamanan di negara yang sudah menghadapi konflik sipil selama 12 tahun tersebut.
“Semakin cepat Amerika keluar dari Suriah, keamanan Suriah akan semakin terjamin secara efektif,” kata Raisi dalam konferensi pers bersama Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus, Rabu (3/5/2023).
Raisi berpendapat, kehadiran pasukan AS di Suriah gagal memberikan kontribusi bagi keamanan negara tersebut. Sebaliknya, keberadaan personel militer AS justru membahayakan keamanan Suriah dan seluruh kawasan.
Raisi mengatakan, Iran percaya bahwa pembentukan kedaulatan penuh Pemerintah Suriah adalah cara untuk memastikan keamanan negara tersebut dan seluruh wilayahnya.
Dia mengungkapkan, status quo di Iran dan Suriah adalah bukti "keabsahan dan kebenaran" perlawanan kedua negara terhadap tekanan AS. “Negara-negara yang gagal mencapai tujuan jahat mereka melalui aksi militer berusaha mengejar tujuan mereka melalui tekanan dan sanksi ekonomi, yang pasti akan berakhir dengan kegagalan,” ucap Raisi
AS memang memiliki personel dan pangkalan militer di Suriah. Mereka mulai masuk ke Suriah pada September 2014. Misi mereka adalah menumpas kelompok teroris ISIS. Namun, Presiden Suriah Bashar al-Assad telah berulang kali mengkritik dan memprotes kehadiran militer AS di negaranya. Assad menilai keberadaan pasukan Negeri Paman Sam di Suriah ilegal. Hal itu karena tentara AS datang tanpa diundang oleh pemerintahan Suriah.
AS merupakan salah satu negara Barat yang menerapkan sanksi ekonomi berlapis terhadap pemerintahan Assad. Washington memandang Assad bertanggung jawab atas kekerasan dan kejahatan yang dialami warga sipil Suriah. Hingga kini pun AS masih menentang negara-negara yang berusaha melakukan normalisasi hubungan dengan Suriah di bawah kepemimpinan Assad.
Iran dan Rusia merupakan sekutu utama pemerintahan Assad dalam memerangi kelompok teroris serta oposisi bersenjata di Suriah. Bantuan kedua negara itu telah berhasil membuat pemerintahan Assad menguasai kembali sebagian besar wilayah Suriah yang sebelumnya dikontrol kelompok oposisi bersenjata dan teroris.
Terkait lawatan Ebrahim Raisi ke Damaskus, dia merupakan presiden Iran pertama yang mengunjungi Suriah sejak negara tersebut didera konflik sipil pada 2011. Presiden Iran terakhir yang berkunjung ke Damaskus adalah Mahmoud Ahmadinejad pada 2010. Kunjungan Raisi dilakukan ketika beberapa negara Arab, termasuk Mesir dan Arab Saudi, telah membuka diri terhadap pemerintahan Assad.
Sejumlah menteri luar negeri (menlu) negara-negara Arab sebelumnya diagendakan menggelar pertemuan di Amman, Yordania, pada Senin (1/5/2023). Mereka bakal membahas tentang krisis Suriah serta isolasi diplomatik yang diberlakukan terhadap Damaskus sejak negara tersebut didera konflik sipil pada 2011.
Pertemuan di Amman akan dihadiri menlu Mesir, Irak, Yordania, Arab Saudi, dan Suriah. “(Pembicaraan akan) mencatat kontak negara-negara itu dengan Pemerintah Suriah untuk mencapai solusi politik bagi krisis Suriah,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Yordania dalam sebuah pernyataan, Ahad (30/4/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Menurut Kemenlu Yordania, pertemuan di Amman merupakan kelanjutan dari pertemuan konsultatif negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) plus Yordania, Irak, dan Mesir yang digelar Saudi di Jeddah pada pertengahan April lalu. Dalam pertemuan di Jeddah waktu itu, salah satu isu yang dibahas adalah tentang kemungkinan merangkul kembali Suriah menjadi anggota Liga Arab.
Suriah didepak dari Liga Arab ketika konflik sipil pecah di negara tersebut pada 2011. Liga Arab mengecam Presiden Suriah Bashar al-Assad karena gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi dan menggunakan kekuatan militer berlebihan untuk membungkam mereka. Sejak saat itu, Damaskus dikucilkan oleh dunia Arab.
Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi peningkatan keterlibatan antara Suriah dan negara-negara Arab. Bashar al-Assad telah mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman tahun ini.
UEA membuka kembali hubungan diplomatik dengan Damaskus pada akhir 2018. Bulan ini, Suriah dan Tunisia juga mengumumkan bahwa mereka akan membuka kembali misi diplomatik di ibu kota masing-masing.
Sementara itu, bulan lalu, Saudi mengatakan, mereka telah memulai pembicaraan dengan Suriah tentang melanjutkan layanan konsuler. Serangkaian momen tersebut menjadi penanda bahwa dunia Arab siap merangkul kembali Suriah.
Kendati demikian, Qatar sempat menyebut bahwa gagasan kembalinya Suriah ke Liga Arab hanyalah spekulasi. Qatar diketahui merupakan salah satu pendukung kelompok oposisi bersenjata dalam konflik di Suriah. Perang 12 tahun di Suriah telah merenggut sekitar setengah juta nyawa dan hampir setengah dari populasinya kini menjadi pengungsi atau pengungsi internal.[]
Sumber: Republika